JAKARTA, MP - Kebutuhan obat antiretroviral (ARV) untuk penanganan infeksi virus dan sindroma merapuhnya kekebalan tubuh (HIV/AIDS) terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Menurut hasil pemodelan yang kami lakukan, jumlah orang yang membutuhkan terapi ARV terus meningkat. Tahun 2008 jumlahnya 30.100 orang, naik menjadi 40.200 orang pada 2009," kata Kepala Sub Direktorat AIDS dan Penyakit Menular Seksual Departemen Kesehatan Dyah Erti Mustikawati dalam seminar tentang AIDS di Jakarta.
Jumlah orang yang membutuhkan terapi ARV, lanjut dia, juga diperkirakan meningkat lagi menjadi 50.400 orang pada 2010.
"Sedang jumlah orang yang bisa dijangkau pada 2008 baru 35 persen dan 40 persen pada 2009. Jumlah yang belum terjangkau masih banyak, masalahnya banyak, padahal terapi ART terbukti dapat menekan angka kematian akibat HIV/AIDS," katanya.
Ia menjelaskan, cakupan pelayanan terapi ARV yang rendah berisiko meningkatkan angka kematian akibat AIDS. Oleh karena itu, pemerintah secara bertahap berupaya memperbaiki pengelolaan pelayanan ART.
"Rantai penyediaan ARV yang sebelumnya belum bagus diperbaiki supaya stok terus terpantau dan `stock out` bisa dideteksi dini sehingga tidak mengganggu pelayanan," katanya.
Mulai tahun 2009, kata dia, penanggulangan AIDS juga masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional sehingga akan ada alokasi anggaran khusus untuk kebutuhan itu.
Ke depan, ia melanjutkan, provinsi/kabupaten/kota yang mampu diharapkan dapat menyediakan sendiri stok penyangga ARV untuk wilayahnya di bawah koordinasi pusat.
"Supaya layanan ARV ke depan berkesinambungan, pendanaan diwacanakan dilakukan dengan model `multi mix`. Pasien tidak mampu mendapatkan ARV gratis dengan subsidi penuh dari pemerintah, pasien yang bekerja untuk perusahaan dibiayai dengan skema asuransi dan pasien yang mampu membiayai sendiri kebutuhan ARV-nya," katanya.
Ia menambahkan, saat ini biaya penyediaan ARV lini pertama untuk setiap pasien per tahun sekitar Rp3 juta.
Kondisi Epidemi
Jumlah kasus AIDS di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Bulan Desember 2004 jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 2.682 kasus, meningkat menjadi 16.110 kasus pada Desember 2008 dan hingga akhir Maret 2009 jumlahnya bertambah menjadi 16.964 kasus.
Sementara jumlah keseluruhan kasus menurut estimasi sebanyak 293.000 kasus pada 2008 dan 314.500 kasus pada 2009.
"Kesenjangan antara estimasi dan pelaporan masih tinggi, perlu upaya sungguh-sungguh agar semua anggota masyarakat yang diperkirakan terinfeksi dapat terdeteksi," kata Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Samsuridjal Djauzi.
Sebab, dia melanjutkan, keterlambatan mendeteksi kasus dapat menghilangkan kesempatan untuk mencegah penularan kasus dan memulai terapi untuk menekan dampaknya.
"Deteksi dini bisa dilakukan melalui penyebaran informasi, memperbanyak layanan VCT dan menggalakkan layanan konseling dan pemeriksaan berbasis penyedia (provider)," jelasnya.
Penyediaan fasilitas pengobatan dan ARV juga sangat penting dalam upaya pengendalian epidemi AIDS.
Akses universal terhadap pelayanan informasi, konsultasi, perawatan dan obat antiretroviral diharapkan dapat menekan penularan HIV/AIDS namun, menurut Prof. Samsuridjal, hal itu tidak mudah dilakukan.
Upaya pencapaian akses universal pelayanan HIV/AIDS, kata dia, selama ini masih terhambat kurangnya komitmen, kepemimpinan, kerja sama, infrastruktur kesehatan, rantai penyediaan obat dan peran serta masyarakat.
"Untuk mengatasi hambatan itu semua harus bekerja sama, saling memahami. Orientasi harus pada masyarakat dan ODHA," demikian Prof. Samsuridjal Djauzi. (red/*ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar