Rabu, Juli 13, 2011

Jaminan Sosial untuk Rakyat Masih Angan-angan

JAKARTA, M86 - Sejak era reformasi bergulir tahun 1998 dan telah menginjakkan usianya yang sudah tiga belas tahun, ternyata negara masih juga belum mampu menjawab beberapa harapan besar rakyat akan terwujudnya sebuah kesejahteraan. Tanggungjawab negara untuk mewujudkan jaminan sosial bagi setiap warga negara terkesan masih lamban dan bahkan seperti “jauh panggang dari api”.

Hal itu dinyatakan anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dr. Karolin Margret Natasa. Hingga saat era Presiden Megawati memberlakukan Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) pada Oktober 2004, hal inilah seraya menjadi tonggak utama untuk mengupayakan terlaksananya pengembangan sistem jaminan sosial di Indonesia.

”Pada dasarnya, sistem jaminan sosial ini juga telah diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat (2) yang secara tegas mengatakan bahwa negara harus mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat,” tegasnya di Jakarta, Rabu (13/7).

Dasar pengembangan SJSN ini pun dibuat dengan tujuan, agar memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui penyelenggaraan program jaminan sosial. Adapun, sistem ini akan memiliki tiga peran yaitu pertama untuk berhadapan langsung dengan berbagai kejadian yang memungkinan masyarakat jatuh miskin akibat sakit, kecelakaan kerja, kematian, usia tua, atau karena memasuki masa pensiun. Kedua, menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup mendasar masyarakat dan ketiga mempromosikan kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial.

Hal ini dimungkinkan mengingat jaminan sosial yang dimaksud dalam UU No 40 Tahun 2004 meliputi jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Untuk menjalankan SJSN harus dibentuk sebuah lembaga pelaksana yang dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Lembaga ini harus ditetapkan dengan UU.

Hingga kini, RUU pembentukan BPJS tersebut sudah dibahas dan tengah memasuki tahap akhir penggodokan di DPR. Namun, sekali lagi yang dibutuhkan untuk mewujudkan hal tersebut adalah keseriusan dan “political will” dari pemerintah agar upaya pelaksanaan Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dapat segera terlaksana.

”Mengingat fakta empirik yang ada sampai saat ini, bahwa setiap tahun lebih dari 150 juta individu dalam 44 juta rumah tangga mengalami kesulitan finansial akibat beban biaya perawatan kesehatan. 25 juta rumah tangga atau lebih dari 100 juta individu rentan menjadi miskin, karena tingginya ongkos pelayanan kesehatan, sedangkan cakupan jaminan kesehatan di Indonesia pun masih sangat terbatas,” ungkap Karolin.

Saat ini setidaknya terdapat 95,1 juta dari 230 juta penduduk yang telah tercakup oleh berbagai skema jaminan kesehatan, atau 43 persen dari total penduduk. Sekitar 17 persen adalah pekerja formal dan pegawai negeri sipil, sisanya adalah kelompok miskin yang tercakup oleh skema “semi-formal” seperti Jamkesmas dan JPKM. Oleh karena itu, setidaknya masih ada sekitar 115 juta (57%) penduduk Indonesia yang belum tercakup oleh jaminan kesehatan sebagaimana amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.

”Karena jaminan sosial merupakan hak bagi seluruh rakyat indonesia, maka tidak ada jalan lain kecuali untuk melakukan percepatan implementasi sistem jaminan sosial, dengan segera melakukan pembentukan BPJS dan perangkat Undang-Undangnya. Jika Pemerintah konsisten dengan janji-janjinya untuk menangani persoalan kesejahteraan bagi rakyat, maka jangan sampai membuat hal ini tertunda lagi, apalagi berhenti dan menjadi sebuah “pepesan kosong” belaka,” ujar dia. (red/*mi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails