Kamis, Juni 23, 2011

Presiden Protes Keras Hukuman Mati Ruyati

JAKARTA, M86 - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan penyesalan dan kesedihan mendalam, sekaligus protes keras kepada pemerintah Arab Saudi, atas pelaksanaan hukuman mati Ruyati binti Satubi, tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.

“Sebagaimana rakyat Indonesia, saya berduka atas musibah itu, prihatin dan menyampaikan protes keras kepada pemerintah Arab Saudi atas pelaksanaan hukuman mati itu menabrak norma antar bangsa,” kata Presiden dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Kamis (23/6).

Kepala Negara mengatakan, pemerintah selalu berusaha memberikan perlindungan hukum kepada warga negara Indonesia.

Tiga bulan lalu, telah dibentuk tim terpadu diketuai Menakertrans untuk melakukan evaluasi menyeluruh situasi ketenagakerjaan di semua negara.

“Tim itu sedang bekerja dan akan melaporkan hasilnya pada saya agar kita bisa menetapkan kebijakan nasional yang tepat di masa mendatang,” kata Presiden.

Ditambahkannya, sebenarnya banyak perubahan ke arah positif, namun masih tetap terjadi kasus yang menimpa saudara kita itu. Sebagian besar kasus itu terjadi di luar negeri.

Dalam proses perkembangannya, sebenarnya sejak 1 Januari 2011 pemerintah memberlakukan soft moratorium TKI ke Saudi Arabia, termasuk pengawasan dan pengetataan pengiriman oleh PPTKIS agar tidak terjadi masalah.

Dalam kesempatan itu Presiden meminta Menlu Marty Natalegawa untuk memberikan penjelasan mengenai langkah-langkah yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia dalam mendampingi WNI berkasus hukum khususnya dalam kasus Ruyati binti Satubi.

Menlu mengatakan sebenarnya sudah sejak awal adanya informasi penahanan Ruyati, Konsulat Jenderal RI di Jeddah sudah melakukan pendampingan sejak awal 2010.

Kenyataannya proses peradilan tidak transparan, dalam berbagai laporan masyarakat internasional bukan hanya jadwal dan proses eksekusi, bahkan akses pengacara juga terbatas, dalam kondisi ini kami bekerja.”Dalam kasus ini, sejak awal diperoleh berita telah ditahan polisi, KJRI Jeddah sudah mendampingi,” kata Marty.

Ia menambahkan, sejak proses permintaan pengampunan dilakukan, pada 18 Juni 2011, kami mendengar kabar ada eksekusi tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu, pemerintah Indonesia kecam dan sampaikan protes keras.”Itu bertentangan dengan praktik internasional terkait perlindungan kekonsuleran. Ini sudah kami sampaikan melalui pemanggilan Dubes Arab Saudi untuk RI,” kata Menlu

Terkait hubungan luar negeri, Marty mengatakan Jakarta sudah memanggil pulang Dubes RI di Arab Saudi untuk konsultasi sekaligus memberikan pesan yang jelas kepada pemerintah Arab Saudi atas ketidakpuasan pemerintah RI. “Dubes Arab Saudi menyampaikan permohonan maaf karena pemerintahnya tidak memberi tahu,” kata Menlu.

Marty mengklaim selama ini kasus serupa juga dialami oleh sejumlah negara seperti Filipina dan Sri Lanka.”Sebagai contoh negara yang dinilai berhasil melindungi tenaga kerja, Filipina, kami ilustrasikan pada 1999 perwakilan Filipina di Arab Saudi baru mengetahui dua minggu setelah dilaksanakan eksekusi mati warganya,” papar Marty.

Menlu menegaskan dalam menjalankan tugas dan kewajiban melindungi warga negara Indonesia di luar negeri tanpa membedakan status. Ia memaparkan bagaimana perwakilan RI berkontribusi dalam perlindungan WNI di seluruh dunia yang mengalami permasalahan.

Dalam keterangan pers itu, Presiden juga didampingi Menkumham Patrialis Akbar dan Menakertrans Muhaimin Iskandar. (dya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails