Rabu, Mei 11, 2011

Yahudi Merdeka, Mungkinkan Boleh di Indonesia?

JAKARTA, M86 - Tepat pada tanggal 14 Mei 2011. Di nusantara, tanggal ini tak berarti apa-apa. Hanya hari biasa. Tak ada hari besar agama di sana. Tiada juga perayaan peringatan kebangsaan disitu. Yang jelas, bagi orang pribumi di Indonesia, tanggal itu tak banyak memberi arti.

Tapi, nun di Israel sana, tanggal itu ternyata begitu sakti. Karena, di tanggal itulah bukti prasasti negeri Israel berdiri. Tepat di tanggal itu, Israel menandai sebagai lahirnya negara mereka.

Tapi ternyata, hari merdeka itu bakal ikut berkumandang di nusantara. Komunitas Yahudi yang hidup di Indonesia, hendak turut merayakannya juga. Di Manado, komunitas Yahudi yang mendiami Manorah, berencana menggelar hajatan khusus, merayakan kemerdekaan Israel itu. Di Jakarta, komunitas Yahudi juga kabarnya sudah menyiapkan acara khusus.

Kabar ini sempat merebak. Front Pembela Islam (FPI), tegas menolak komunitas Yahudi merayakannya di Indonesia. Beberapa pemuka agama juga serupa, mereka menolak.

Cholil Ridwan, pimpinan Pondok Pesantren Husnayain, terang menolak perayaan kemerdekaan itu. “Itu bersifat politis. Itu akan mendapatkan tantangan dari umat Islam karena selama ini Israel musuh umat Islam yang membela Palestina,” tegas Cholil seperti dilansir dari matanews.com di Jakarta.

Cholit berkata, bila Yahudi secara agama hadir di Indonesia, dia tak terlalu menyoal. “Hanya seperti Kong Hu Cu yang kemudian diakui negara, tapi Yahudi mesti diakui dulu baru bisa menjadi agama,” tuturnya lagi.

“Mereka (Agama Yahudi) harus mengajukan permohonan untuk diakui secara agama kepada negara,” jelas Cholil.

Selama belum diakui, sambungnya lagi, Yahudi akan menimbulkan keresahan dengan kerukunan umat agama yang lainnya.

Pandangan serupa disampaikan Pendeta Hadyan Tanwikara, tokoh agama dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gejayan, Yogyakarta. Bila agama Yahudi yang merebak, menurut Hadyan, adalah suatu hal yang wajar.

“Itu hal yang wajar, setiap orang berhak memeluk agama karena itu hak azasi manusia,” tegasnya.

Dia justru bisa menjamin kalangan Kekristenan sangat terbuka dengan adanya kepercayaan-kepercayaan baru yang muncul di Negara ini.

Tapi Hadyan menjelaskan, Yahudi sangat berbeda jauh dengan Kristen. Dia bilang, antara Kristen dan Yahudi berangkat dari dasar dan sejarah yang berbeda. Makanya, pihaknya merasa tak ada masalah bila Yahudi coba ikut meramaikan “bursa” agama di republik ini.

“Melakukan ritual keagamaan merupakan hak asasi manusia yang juga perlu dijamin oleh Negara,” tutur lulusan Fakultas Theologia, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta itu lagi.

Namun Hadyan sedikit memberi pesan. “Pemerintah perlu memisahkan dan mengkaji dahulu konsep apa yang dibawa oleh agama Yahudi ini,” tandasnya. Bila didalamnya terkandung unsur untuk membikin negara baru, sambungnya, tentu harus ditolak.

Hal senada juga diungkapkan Kautsar Azhari Noer Guru Besar Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, juga tak masalah bila agama Yahudi muncul di Indonesia.

Hanya saja, sambung Kautsar lagi, sepercik penolakan terhadap Yahudi ini bisa muncul karena ada sejarah yang mengikat antara masyarakat Yahudi di Israel terhadap Palestina. “Itu bisa menjadi alasan Yahudi tidak diterima di Indonesia,” terangnya.

Namun, soal semerbak komunitas Yahudi Indonesia yang bakal hajatan di tanggal 14 Mei 2011 nanti, Hadyan dan Cholil bersikap sama. Keduanya setuju bila hal itu mesti ditelusuri lebih jauh.

“Apabila ritual perayaan tersebut sampai diindikasikan membentuk sebuah negara baru, ya itu sudah tidak tepat,” jelas Hadyan lagi. (red/*mtn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails