JAKARTA, MP - Pencalonan Komjen Pol Timur Pradopo sebagai Kapolri oleh Presiden SBY menuai kontroversi. Namun ketimbang hanya bersikap kontra, diusulkan agar ada kontrak politik 100 hari untuk mengikat Timur secara moral.
“Sebaiknya dibikin rating kasus yang bisa diselesaikan dalam 100 hari untuk mengukur kinerja Kapolri baru. Termasuk penyelesaian kasus-kasus besar yang menjadi sorotan publik. Kontrak politik itu hanya mengikat secara moral, karena pemberhentian Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden SBY,” kata Ketua FPKB Marwan Ja’far di Gedung DPR, Jakarta.
Kontrak politik 100 hari itu, lanjut dia, diberlakukan sejak Kapolri baru dilantik untuk dinilai kinerjanya. Kapolri baru juga memiliki pekerjaan rumah untuk melaksanakan reformasi di tubuh Polri, termasuk faksi-faksi yang ada di internal Polri agar dibenahi.
“Polri tidak boleh berpolitik. Faksi-faksi harus diharmonisasikan oleh Kapolri baru. Ini fundamental. Kalau tidak solid di dalam, akan ganggu kinerja Polri ke depan,” ujar Marwan.
Mengenai harta Timur yang meningkat 110 persen dalam kurun waktu 2 tahun seperti dilaporkan KPK, anggota Komisi III Baharuddin Nasori berpendapat agak sulit mempermasalahkannya. Sebab penambahan harta Timur diakibatkan NJOP aset yang meningkat.
“Akan tetapi PPATK harus menyerahkan rekening istri dan anak Timur. Ketua PPATK Yunus Husein menyebut bila ada surat dari Kompolnas maka lembaganya bisa menyerahkan permintaan itu besok pagi. Tadi, dalam pertemuan dengan Kompolnas, saya minta agar Kompolnas berkirim surat ke PPATK. Tadi sudah disepakati,” kata politisi PKB ini.
Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin menyatakan Komisi III tidak mempunyai wewenang menelusuri harta kekayaan calon Kapolri sebagaimana dilaporkan KPK kepada Komisi III. Bisa dipahami kalau ada kenaikan harta dari nilai tanah Timur.
“Hal itu tidak bisa dipermasalahkan. Yang penting diperoleh secara benar. Kalau diperoleh secara ilegal, baru jadi problem. Untuk menelusuri aset itu sebagaimana dilaporkan KPK, maka PPATK tinggal menindaklanjuti laporan KPK itu, atau ada tidak dugaan penyalahgunaan di situ. Tinggal dicek. Sedangkan Komisi III tidak punya wewenang mengecek soal itu,” papar politisi Golkar ini. (red/*mtn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar