Kamis, Juli 23, 2009

Nama Ngruki Kembali Mendunia

JAKARTA, MP - Pondok Pesantren Ngruki, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah kembali dalam sorotan masyarakat dan dunia internasional. Pasalnya, Ngruki mengakui Nur Said yang diduga salah satu pelaku bom 17 Juli, adalah salah seorang alumninya.

Ponpes Al Mukmin Ngruki, mengakui nama Nur Said sebagai alumni 1994. Nur Said, sesuai data di Ngruki berasal dari Temanggung dan belajar di ponpes tersebut selama enam tahun. Nur Said bukanlah santri yang menonjol, sehingga para ustadz juga kurang mengenalnya.

Menurut Direktur Ponpes Al Mukmin Ngruki Ustaz Wahyudin, baru-baru ini, Nur Said seangkatan dengan Asmar Latin Sani, pelaku bom hotel JW Marriott di 2003 silam.
Pihak Ponpes, jelas tidak bertanggung jawab atas perilaku alumninya, karena mereka sudah menyelesaikan pendidikannya di Ponpes Ngruki.

Namun, pihak pondok tidak pernah mengajarkan cara-cara pembuatan bom atau cara-cara bom bunuh diri seperti itu. Ngruki, sebuah dukuh kecil di pojok kota Sala, paska Bom Bali I dan Bom Mega Kuningan 17 Juli kemarin, kembali menjadi catatan dunia. Ngruki seringkali diidentikan dengan jihad dan teror meskipun tudingan itu seringkali dibantah tidak benar.

Noor Huda Ismail, jebolan Pondok Pesantren Ngruki yang kini menjadi pengamat terorisme, mengakui di situ pernah ada rekrutmen untuk jaringan radikal Islam, tapi membantah ada ajaran dan pelatihan teroris yang khusus dilakukan untuk itu.
Noor Huda memperingatkan bahwa di Indonesia ada ribuan pesantren dan puluhan ribu santri, “Jadi, jangan digeneralisir,” katanya.

Noor Huda mengakui nama pesantren Ngruki melambung lagi ke media karena kebetulan para teroris bom Bali I dan Mega Kuningan pekan lalu, sebagian alumni Ngruki, termasuk dirinya.

Namun demikian, radikalisme itu tak hanya di Ngruki, tetapi juga di banyak pesantren di Indonesia. Tapi salah jika orang menyebut pesantren adalah sarang teroris atau hanya mengajarkan kekerasan, atau melakukan perlawanan terhadap negara.

Konsep ‘Jihad’, seperti yang diajarkan di berbagai pesantren itu atau apa yang disebut ‘kaum Jihadis’, adalah istilah-istilah yang kini menghantui dunia Barat.
Mereka menganggap ‘jihad’ semata-mata teror dan kekerasan belaka, padahal di bagian dunia lain, di Indonesia dan negara negara lain, ‘jihad’ adalah suatu pengertian luas mengenai suatu perjuangan mencapai cita-cita.

Tidak selalu berarti kekerasan, melainkan sebuah upaya yang mulia, luhur, atau sekadar cita-cita perorangan saja. ‘Jihad’, pendek kata adalah perjuangan melawan hawa nafsu.

Berbagai pihak, terutama media Barat, selama ini memang menuding kelompok Jemaah Islamiyah berada di balik pemboman di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton di Jakarta. Namun jaringan teroris Asia Tenggara ini dikabarkan sudah sangat lemah.

Menurut Noor Huda yang juga Direktur The International Institute for Peacebuilding, Lembaga Internasional untuk Penegakan Perdamaian, kelompok ini secara struktur jelas sudah lemah. Malah mungkin ada orang mengatakan gerakan sudah tidak ada lagi.
Namun demikian, untuk melakukan pemboman seperti ini tidak perlu ada izin resmi. Dengan kata lain, bisa saja yang melancarkan serangan ini merupakan sempalan dari kaum radikal itu.

Noor Huda menyatakan, "Satu hal yang perlu saya luruskan di sini, yang melakukan ini bukan keputusan organisasi Jemaah Islamiyah, tapi sebagian kecil inisiatif individu."
Pakar terorisme yang meraih gelar MA (Master) di St Andrews University, Skotlandia ini menambahkan, kelompok mayoritas grup ini sudah bersikap moderat. Kelompok ini tidak setuju dengan kekerasan.

Menurut mereka, penggunaan kekerasan hanya boleh dilakukan di negara-negara yang diduduki Barat, seperti Afghanistan, Irak dan sebagainya.
Dalam kaitan aksi teror ini, Noor Huda mengakui, beberapa saat menjelang eksekusi mati Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron, telah beredar surat wasiat yang mengatasnamakan ketiganya. Isi surat itu adalah perintah untuk membunuh SBY, JK dan semua pihak yang terlibat dalam eksekusi mati ketiga terpidana kasus pemboman bom Bali I itu.

“Serangan bom di JW Marriot dan Ritz Carlton itu mungkin berkaitan pula dengan surat ketiga teroris yang dihukum mati itu,” kata seorang analis. Penggalan surat yang muncul di sebuah situs dan kemudian beredar di berbagai milis itu berbunyi:

"Kepada saudara kami kaum mukminin khususnya kaum mujahidin dimanapun berada, wajib atas kalian menyatakan perang dan membunuh individu-individu yang terlibat dalam eksekusi ini seperti SBY, JK, Andi Mattalatta, Hendarman Supandji, AH Ritonga, seluruh hakim dan jaksa...

"Kepada saudara kami, kalian wajib menuntut balas, darah dengan darah, nyawa dengan nyawa, terhadap seluruh pihak yang terlibat membunuh kami." Sehingga tak heran kemudian ada yang mengaitkan bahwa bom di Mega Kuningan ini adalah jawaban dari surat wasiat itu.
''Terorisme dikhawatirkan terjadi lagi, sehigga negara dan masyarakat harus bersama-sama mencegah dan mengatasinya,'' kata Noor Huda. (mp/*pb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails