Jumat, Juni 24, 2011

Sistem ERP Segera Diterapkan di Jalan Protokol

JAKARTA, M86 - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Juni lalu telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang manajemen rekayasa lalu lintas. Peraturan pemerintah itu antara lain mengatur tentang retribusi pembatasan jalan atau lebih dikenal dengan Electronic Road Pricing (ERP). Dengan disahkannya aturan tersebut, berarti pemerintah daerah dapat segera menerapkannya di jalur jalan protokol.


Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan, mengatakan, peraturan tersebut merupakan payung hukum bagi pemerintah, terutama daerah, untuk menerapkan sejumlah aturan lalu lintas baru, antara lain penerapan electronic road pricing (ERP). "PP No 32 tahun 2011 ini sudah ditandatangai presiden pada 21 Juni lalu," katanya, Jumat (24/06) di Kantor Kementerian Perhubungan di Jakarta.

Selanjutnya, penerapan aturan ini akan diserahkan ke masing-masing Pemerintah Provinsi atau Daerah. Misalnya, jika DKI Jakarta ingin menerapkan ERP, PP ini menjadi payung hukum dalam menerapkannya.
"Kementerian hanya menyiapkan landasan hukumnya. Manajemen dan rekayasanya diatur masing-masing daerah," ucap Bambang.

Aturan ini, menurut Bambang, tidak hanya bisa menjadi payung hukum bagi ERP. Rekayasa pengaturan lalu lintas lain pun bisa dilakukan dengan berdasarkan PP ini. "ERP hanya salah satu upaya. Masih bisa langkah-langkah lain," jelas Bambang.

Apakah PP ini bisa menjadi payung hukum bagi penerapan sistem plat nomor ganjil-genap dan pembatasan motor di jalan protokol? "Ya. Bisa untuk itu juga," jelas Bambang.

Selain itu, sambungnya, juga bisa dipergunakan untuk pembatasan motor maupun kendaraan tidak bermesin. "Bisa juga untuk pembatasan motor. Pengaturan kendaraan tidak bermesin pun bisa dilakukan, pokoknya yang bersangkutan dengan lalu-lintas jalan raya," kata Bambang lagi.

"Ini tidak hanya berlaku untuk kendaraan roda empat, tapi juga roda dua. Tidak hanya untuk angkutan umum, tapi juga angkutan barang dan kendaraan pribadi," lanjutnya.

Dengan PP ini, pemerintah provinsi dan daerah bisa mengatur lalu lintasnya sesuai kondisi masing-masing. "Penggunaan jalan diatur bagaimana. Siapa melakukan apa, ada siapa yang tangani infrastruktur jalan," jelas Bambang.

Jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin menerapkan pembatasan sepeda motor, maka Pemprov DKI yang berhak memutuskan teknis pelaksanaannya. Apakah itu jam penerapan, atau di jalan mana saja aturan itu diterapkan. "Bergantung masing-masing daerah. Kementerian hanya menyiapkan landasan hukum-nya saja," jelasnya.

Sementara itu Pemerintah DKI Jakarta menyambut baik pengesahan Peraturan Pemerintah ini. Dan dalam waktu dekat akan segera diterapkan pada jalan-jalan protokol. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono. Ia mengatakan, tarif jalan berbayar ini rencana akan diterapkan di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, dan Jalan Rasuna Said.

Selanjutnya, sistem tarif jalan berbayar ini akan diterapkan ke sekitar area three in one, seperti jalan Rasuna Said dan kawasan Kuningan. "Pada tahap akhir, akan diterapkan di jalan yang dilalui jalur busway," kata Pristono.

Pristono yakin, penerapan tarif jalan berbayar ini dapat mengurangi kemacetan di Jakarta.

Dia menjelaskan, ada dua pilihan pelaksanaan teknis tarif jalan berbayar. "Dengan On Board Unit (OBU), atau menggunakan kamera pemantau CCTV," kata Pristono.

Di Singapura dan Skotlandia, tarif jalan berbayar menggunakan OBU. "Jadi ada semacam stiker yang ditempelkan di kaca mobil yang mencatat berapa kali melewati jalur ERP," katanya.

Sedangkan London, kata dia, menggunakan kamera CCTV yang mencatat nomer plat mobil yang melewati kawasan itu. "Sistem pembayarannya sendiri bervariasi, bisa pra bayar atau pasca bayar," katanya. (dya/*108csr.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails