JAKARTA, MP - Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dipastikan akan mengerek naik biaya produksi dan akomodasi. Sejumlah pengusaha akan lebih memilih mengimpor akibat daya saing industri menurun. Hal itu diungkapkan Koordinator Forum Komunikasi Asosiasi Nasional (Forkan) Franky Sibarani di Jakarta, Senin (12/7).
"Daya saing turun, pengusaha akan lebih memilih melakukan impor. Karena, kenaikan TDL ini dipastikan akan meningkatkan biaya produksi dan akomodasi. Sementara daya beli tidak ada. Yang tidak naik ialah produk impor," ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengungkapkan hal serupa. Barang impor akan lebih stabil harganya dibandingkan barang lokal. Jadi kenaikan TDL bisa memfasilitasi masuknya barang impor ke Indonesia.
API dan berbagai asosiasi lain akan meminta dukungan kepada berbagai pihak, termasuk kemungkinan melakukan class action.
"Yang penting tarif itu mencerminkan national interest. Jadi menciptakan lapangan kerja. Kalau seperti ini gak bisa creating job, tetapi hanya mencerminkan revenue Perusahaan Listrik Negara (PLN). Jadi istilahnya PLN atau Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral egois," tutur Ade.
Koordinator Forkan mengatakan, ada beberapa investor yang tidak berpikir panjang lagi untuk menghentikan investasi mereka di Indonesia. Pemutusan hubungan kerja (PHK) juga sangat mungkin terjadi karena peningkatan biaya tidak bisa dijual kepada konsumen.
Menurut Franky, para asosiasi telah bertemu dengan Kementerian Perindustrian untuk memberi perincian dan hasil simulasi perubahan TDL, serta efek yang mungkin terjadi di dunia usaha.
Sebelumnya para asosiasi juga sudah memberitahu Kementerian Perdagangan terkait dengan kegiatan pembinaan perindustrian dan perdagangan.
"Menperin juga sudah khawatir. Dengan adanya ACFTA saja kita sudah risau dengan daya saing yang ditambah dengan banyaknya peredaran produk impor. Sekarang, kenaikan TDL menurunkan daya saing kita. Kemudian produk impor berjaya dan investor stop," jelas Franky.
Ade Sudrajat menginginkan agar kenaikan TDL dilakukan secara gradual. Selain itu koefisien penghitung tarif diubah menjadi 1, sedangkan biaya pemakaian golongan I-3 diturunkan dari Rp680 per kWh menjadi Rp600 per kWh.
Sementara industri kecil dan menengah (golongan I-2) diturunkan dari Rp800 per kWh menjadi Rp700 per kWh."Soal koefisien dan tarif, diturunkan dua-duanya. Kalau ini tidak dilakukan kita bisa macet semua," ujar Ade. (red/*mi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar