Senin, Mei 17, 2010

Wartawan Harus Lebih Berhati - Hati

JAKARTA, MP - Di tengah hiruk-pikuk pertikaian politik dalam dan luar negeri, lagi-lagi wartawan menjadi profesi penuh resiko, karena nyawanya selalu terancam.

Kabar paling akhir adalah peristiwa yang menimpa dua wartawan yang meliput unjukrasa di Bangkok. Keduanya tertembak peluru aparat yang tengah mengamankan unjuk rasa yang ricuh.

Salah satunya adalah jurnalis asing yang tertembak, Jumat (14/5) lalu, dalam bentrokan antara militer dengan para pengunjukrasa di ibukota Thailand.

Wartawan Kanada yang bekerja pada stasiun televisi Prancis, France 24, tertembak kakinya ketika sedang meliput bentrokan tidak jauh dari pasar malam Suan Lum.

Di Dalam Negeri

Di Indonesia, kondisi wartawan tak jauh berbeda dengan di luar negeri. Di Palu, pada pertengahan Mei, Muhammad Nasrun, wartawan foto lepas di Palu, Sulawesi Tengah, ditikam orang tak dikenal pada Jumat (14/5) malam sekitar pukul 20.00 Wita.

M Nasrun ditikam di Jalan Yojokodi atau tepatnya di sebelah Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, mengalami luka tusuk di bagian tangan dan punggung.

Setelah menikam, menurut Nasrun pelakunya melarikan diri menggunakan sepeda motor.

Wartawan foto yang akrab dipanggil Achun ini mengaku dirinya tidak pernah punya musuh atau membuat orang tersinggung.

Di Bekasi, dua wartawan televisi swasta nasional terkena pukulan saat meliput aksi unjukrasa yang melibatkan ribuan Umat Muslim di Perumahan Harapan Indah, Medan Satria, Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (14/52010) lalu.

Korban tersebut adalah Steven Antoni (23) seorang wartawan Metro TV, menderita memar di bagian belakang kepala dan Aditya (40) wartawan RCTI terkena pukulan di belakang kepala serta dijambak rambutnya.


Reaksi Global

Badan Perlindungan Media Global di Jenewa dua pekan lalu mengatakan, sedikitnya 42 wartawan di seluruh dunia tewas selama tahun ini. Badan tersebut juga mengimbau pemerintah-pemerintah untuk melindungi wartawan dan menjatuhkan hukuman yang setimpal pada para pembunuh mereka.


"Ini peringatan kejam atas harga yang kita bayar untuk berita-berita kita di sekeliling dunia," kata Rodney Pinder, Direktur INSI.

Tahun terburuk bagi media dalam sejarah belakangan ini adalah pada 2007, ketika 172 wartawan tewas, dan 2006, ketika 168 wartawan meninggal, sebagian di Irak pada saat kekerasan sektarian meningkat.


INSI juga minta kepada semua negara anggota PBB untuk bergabung dalam upaya global menghentikan pertumpahan darah, dan mengakhiri pembebasan hukuman pada pembunuh wartawan. (red/*b8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails