JAKARTA, MP - Tim Delapan atau Tim Independen dan Klarifikasi Fakta proses hukum dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, mempertanyakan sikap Komisi III DPR yang lembek dan tiarap serta mengabaikan aspirasi masyarakat dalam kasus dugaan kriminalisasi KPK.Sementara itu, jawaban Kabareskrim Polri nonaktif Komjen Susno Duadji saat memberikan klarifikasi kepada Tim Delapan tidak jelas dan inkonsisten. Hal ini tentu membuat bingung tim, tapi tugas tim hanya menggali dan tidak memaksa.
”DPR yang dipilih langsung oleh rakyat justru terkesan tiarap dalam pemberantasan korupsi. Jadi, ketika masalahnya menyangkut korupsi, kecenderungannya mereka diam. Partai-partai yang mengusung isu korupsi juga tiarap, ada apa ini?” ujar anggota Tim Delapan, Anies Baswedan, di kantor Wantimpres, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (6/11), menanggapi rapat kerja Komisi III DPR dengan Kapolri Kamis malam.
Rektor Universitas Paramadia ini juga menyatakan keheranannya, mengapa rapat kerja Komisi III DPR dengan Kapolri berlangsung terbuka tetapi rapat dengar pendapat Komisi III dengan KPK berlangsung tertutup. ”Kalau fungsinya untuk public relation, hal itu dapat memperkeruh suasana,” ujarnya.
Anies menanggapi dingin komentar beberapa anggota Komisi III yang menyatakan Tim Depalan over acting, tidak punya kewenagan, dan menjelma menjadi superbody. ”Kami hanya memberikan rekomendasi ke Presiden, jadi superbody apanya?” katanya.
Susno inkonsisten
Anies membenarkan, Susno tidak konsisten saat menjawab pertanyaan Tim Delapan dalam klarifikasi di Kantor Wantimpres selama dua jam, Jumat kemarin. Keterangan Susno tidak sama persis dengan yang telah dikatakannya sebelumnya. ”Ada keterangan yang inkonsisten. Karena, ada cerita yang didalami ternyata tidak konsisten,” katanya.
Anies menjelaskan, hal-hal yang inkonsisten tersebut terkait dana yang diberikan bos PT Masaro Radiakom, Anggoro Widjojo, kepada KPK.
Dia mempertanyakan, kenapa justru yang dijadikan sebagai tersangka adalah Bibit dan Chandra, padahal yang melakukan komunikasi langsung dengan para penyuap adalah Ade Raharja. ”Kenapa yang dijadikan tersangka justru pimpinan KPK, padahal di situ ada Ade Raharja, ada apa ini?” katanya.
Anies juga mempertanyakan status Ary Muladi yang menjadi tersangka kasus penggelapan uang Anggoro dan menjadi saksi kasus pemerasan. ”Ada-tidak orang di republik ini yang menjadi saksi dan tersangka dalam waktu bersamaan? Bagaimana Anda bisa bersaksi dengan jujur apabila Anda menjadi tersangka? Inilah yang kami pertanyakan,” katanya.
Hal senada dikemukakan anggota Tim Delapan lainnya, Amir Syamsuddin. Dia mengatakan, banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab Susno dengan memuaskan. Yang paling menarik, kata Amir, ketika tim mempertanyakan soal Anggodo Widjojo (adik Anggoro) melaporkan Ary Muladi dengan tuduhan penggelapan dan melaporkan Chandra M Hamzah untuk kasus pemerasan.
”Bagaimana kalau ternyata Ary Muladi terbukti menggelapkan, (sementara) di sisi lain ada pemerasan, kan uangnya itu-itu juga. Mana ada orang lain terbukti memeras (untuk uang yang sama). Susno enggak bisa menjawab pertanyaan itu,” kata Amir.
Amir mengatakan, bisa saja Susno menggunakan teori common law dengan uang yang sama. Ary Muladi diduga mencuci uang setelah menggelapkan uang. ”Itu bisa beberapa perbuatan orang terhadap beberapa tindak kejahatan. Jadi, karena disangka menggelapkan uang, kan kasusnya mestinya jalan. Kalau jalan dan terbukti menggelapkan, selesai kan di situ. Kenapa ada lagi tuduhan memeras?” ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini juga mengatakan, anggota Tim Delapan lainnya, Koesparmono Irsan, sebagai ahli kriminologi dan polisi senior pun mempertanyakan hal itu kepada Susno. ”Susno menjawabnya, 'Ya (lihat) nanti saja pas gelar perkara.' Tim Delapan tidak memaksa Susno menjawab hal ini, karena tidak dalam posisi memaksa, melainkan menyimak,” ujarnya.
Hal lain yang dijawab tidak jelas oleh Susno adalah mengenai uang Rp 10 miliar. Menurut tim, jumlah Rp 10 miliar itu justru digembar-gemborkan oleh Susno sendiri. ”Sebenarnya angka Rp 10 miliar itu munculnya dari dia. Yang secara eksplisit menyebut Rp 10 miliar itu dia. Jadi, kami memang pertanyakan, kok Anda yang menyebut angka Rp 10 miliar itu, tapi kenapa marahnya ke KPK. Kan KPK tak pernah bicara kalau ada Rp 10 miliar dan akhirnya lahir istilah cicak dan buaya kan dari sana. Susno juga tidak jelas dalam menjawab pertanyaan ini,” kata Amir Syamsuddin.
Truno 3
Susno yang namanya banyak disebut dalam rekaman dugaan rekayasa kriminalisasi KPK mengaku tidak dekat secara khusus dengan Anggodo. ”Kedekatan saya dengan Anggodo sebatas sebagai Kabareskrim Polri dan dia melaporkan sebuah kasus,” kata dalam konferensi pers seusai memberikan klarifikasi kepada Tim Delapan.
Susno mengatakan, dirinya memang memberi arahan kepada Anggodo mengenai kasus yang dilaporkannya. Saat itu, Susno meminta Anggodo berkonsultasi dengan Direktur 3 Bareskrim Polri. ”Ya kalau mengarahkan Anggodo, ya memang benar, saya mengarahkan untuk berkonsultasi dengan Direktur 3 (Truno 3),” ujarnya. (red/*wk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar