JAKARTA, MP - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), akhirnya menjadwalkan pemanggilan ke pihak Departemen Perhubungan (Dephub) dalam hal ini yang mewakili pemerintah pada bulan Oktober mendatang, atas kasus dugaan persekongkongkolan tender konsultan basic design (rancangan dasar) proyek MRT (mass rapid transit system), senilai 94 miliar rupiah.
“Pemanggilan ini (Dephub-red) tepatnya pada minggu pertama bulan Oktober,” kata Direktur Komunikasi KPPU Ahmad Junaidi, ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (15/09). Keputusan pemanggilan pihak Dephub, sesuai hasil laporan dan analisa data-data yang telah dikumpulkan Tim Pemeriksa KPPU, terkait indikasi persekongkolah tender grand design MRT.
“Perlu digaris bawahi pemanggilan ini ingin meminta keterangan pihak Dephub. Bagaimana hasilnya kita lihat setelah pemanggilan ini,” tandas Junaidi. KPPU sendiri mengakui, akan tetap fokus dalam menangani kasus ini agar tidak terkesan, KPPU tidak tanggap. Karena menurut Junaidi, setiap laporan persaingan usaha tidak sehat, termasuk kasus-kasus tender proyek pemerintah yang dilaporkan masyarakat, maka KPPU wajib menyelidiki.
Departemen Perhubungan (Dephub) mengakui tender rancangan dasar proyek MRT (mass rapid transit) system telah selesai pada 4 September lalu. Namun, proses tender yang diduga sarat dengan KKN dan persekongkolan, akhirnya masuk di ranah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Proses tender konsultan design/ rancangan senilai 94 miliar rupiah, yang awalnya bakal dimenangkan Katahira & Engineer International karena menduduki peringkat pertama dengan nilai 75,43, tiba-tiba berubah ke Nippon Koei Co, Ltd, pasca pergantian Dirjen Perkeretaapian Dephub, dari Wendy Aritenang kepada pejabat baru Tunjung Indrawan.
Padahal, dalam keputusan yang dikeluarkan Dephub pada 10 Oktober 2008,tentang hasil Evaluasi dokumen Penawaran Teknis Consulting Engineering, nilai Nippon Koei Co, sebenarnya di bawah Pacific Consultant International (74,55). Namun kemudian, justru Nippon Koei Co, jadi peringkat ke dua, walau nilainya hanya 74,13, karena Pacific Consultan International mengundurkan diri.
Berbagai keberatan akhirnya muncul dalam proses tender, karena diduga sarat KKN, persekongkolan hingga intervensi, antara panitia lelang tender Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Dephub dengan pihak pemenang. Sehingga, kasus ini pun akhirnya dilaporkan ke KPPU atas dugaan pelanggaran UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat, dan melanggar Keppres No.80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah RI.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Ibrahim Fahmi Badoh mengemukakan, kisruh tender Mass Rapid transit (MRT) di Departemen Perhubungan mengindikasikan pemerintah, kembali mengalami kemunduran dalam menangani tender proyek. “Ini merupakan bukti masih adanya mafia tender di Departemen Perhubungan,” ujar Ibrahim di Jakarta, Selasa (15/09).
ICW pun ikut mendorong Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengevaluasi prosese tender, apakah ada money politik di situ. “KPPU berhak meneliti apakah ada unsur persaingan tidak sehat. Kalau terbukti segera diusut,” kata Fahmi.
Menurut Fahmi, sebaiknya kasus ini juga harus menjadi pembelajaran bagi instansi pemerintah, karena proses tender merupakan salah satu ajang korupsi. “Perusahaan yang memiliki uang banyak pastilah yang menang. Jadi bukan lagi kualitas yang diperhatikan tapi uang,” tegas Fahmi.
Proyek mercusuar MRT, memang menjadi incaran banyak pihak, dengan total biaya pembangunan konstruksi yang diperkirakan memakan biaya 11 triliun rupiah. Kisruh tender rancang bangun sebelum adanya tender konstruksi, juga diduga diintervensi pihak JICA (Japan International Cooperation Agency), yang juga akan memberikan pinjaman lunak sebesar 8,36 triliun rupiah.
Kisruh tender design konsultan MRT, bukan saja sudah dilaporkan ke KPPU, tetapi kini juga ditangani Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP), berdasarkan dugaan pelanggaran peraturan dan perundang-undangan, termasuk Keppres 80/2003. (red/*mtn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar