JAKARTA, MP - Pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI), Andi M Asrun, menyatakan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten yang mengabulkan permohonan "verzet" Kejaksaan Agung (Kejagung) atas putusan sela perkara Prita Mulyasari, tidak tepat.
"Putusan itu tidak layak, seolah-olah melawan realisasi sosial saat publik meminta Prita Mulyasari dibebaskan dari segala tuntutan," katanya, di Jakarta.
Seperti diketahui, kejaksaan mengajukan "verzet" (perlawanan) ke PT Banten setelah Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menolak berkas perlawanan yang diajukan JPU menyangkut Prita Mulyasari.
Kemudian PT Banten mengabulkannya sehingga persidangan Prita Mulyasari dilanjutkan kembali.
Kasus Prita berkembang setelah ia menyebarkan surat elektronik kepada sejumlah teman dekatnya terkait buruknya pelayanan RS Omni Internasional Alam Sutera, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Tidak terima citra buruknya disebarluaskan, RS Omni mendakwakan Prita ke PN Tangerang dengan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Andi M Asrun menyoroti Kejagung yang melakukan upaya perlawanan atas putusan sela yang ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.
"Justru dengan putusan (atau pengajuan verzet) itu, akan memberikan efek blunder bagi Kejagung," katanya.
Dikatakan, dirinya juga tidak setuju dengan pengenaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap Prita Mulyasari. "Apalagi Prita sempat ditahan," katanya.
Ia menyatakan penggunaan pasal itu telah memberikan rasa ketidakadilan. "Nanti seseorang yang menulis sama, bisa dikenai juga UU itu," katanya. "Karena itu, saya berpikir pengenaan pasal itu sangat tidak tepat," katanya.(red/*b8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar