JAKARTA, MP - Dalam lima tahun terakhir kasus perceraian meningkat lebih dari 40 persen, di mana pada lima tahun lalu angka perceraian masih di bawah 100 ribu, tetapi kini mencapai sekitar 200 ribu.
"Sekitar dua juta pasangan menikah setiap tahun, di sisi lain sekitar 200 ribu pasangan juga bercerai setiap tahun.Angka perceraian 10 persen dari angka pernikahan ini besar sekali," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag, Nasaruddin Umar sebelum Pemilihan Keluarga Sakinah dan Kantor Urusan Agama (KUA) Teladan tingkat Nasional di Jakarta, Jumat malam (14/8).
Hampir 70 persen justru istri yang menceraikan suami (gugat cerai) dan hanya 30 persen suami yang menceraikan, ujarnya.
Perceraian terjadi karena 13 kriteria, antara lain, ketidakcocokan, kekerasan dalam rumah tangga, poligami, masalah ekonomi, nikah di bawah tangan, salah satu pasangan menjadi TKI atau jarak usia yang terlalu jauh.
"Bahkan faktor politik kini berperan cukup besar misalnya suaminya memilih yang satu, si istri memilih yang lain. Faktor politik ini dari mulai pemilihan di tingkat desa, hingga provinsi dan nasional," katanya.
Namun demikian pada 2009 kurva kenaikan angka perceraian mulai turun, menurut dia, karena kenaikan lima tahun terakhir merupakan dampak dari reformasi, sementara sekarang kondisi sudah mulai normal.
Nasaruddin mengatakan, untuk mengatasi berbagai kasus rumah tangga ini Depag akan mengedakan kursus pra nikah, sehingga setiap pasangan yang menikah harus memiliki sertifikat. (cok/*b8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar